Pembaca Budiman

Selasa, 09 Oktober 2012

Melawan Tangan Nasib

Assalamualaikum wr.wb

apa kabar bloggers? semoga kita semua masih diberkahi iman dan kesehatan dari Tuhan Yang Maha Esa...

saya sebenarnya sedang tak begitu ingin menulis saat ini. ada masalah yang bergelantungan di benak ini memaksa batin ingin terus menangis hingga tertidur pulas sampai matahari kemabli dari peristirahatannya... tapi saya takut, mata ini bengkak ketika matahari muncul dan membuat saya malu menatapnya... maka saya putuskan untuk menulis. paling tidak hingga mata ini kembali seperti biasa untuk bisa menghilangkan duka ini...

Melawan tangan nasib...
aku baru saja membaca frasa 'tangan nasib' dari tulisan abadi seorang Kahlil Gibran dalam Sayap-Sayap Patah(The broken wings)... Gibran menuliskannya sebagai tangan takdir, yang mempertemukannya dengan Selma karamy sekaligus menghancurkan kuil cinta yang mereka bangun dengan beribu bahasa yang tak mampu menggambarkan indahnya perasaan yang datang dari Tuhan... sesaat aku berfikir, tangan takdir. apakah itu seperti ketentuan Qadar dalam agamaku? yang takkan bisa dirubah siapapun kecuali Tuhan? itukah yang membuat kata mustahil muncul di dunia? takdir...

Bila ada takdir, ada pula yang namanya nasib. kenapa kunamakan tangan nasib? karena yang kulihat adalah sesuatu yang masih bisa kurubah, masih bisa kuperjuangkan atau bahkan aku bisa menyerah kalah. aku bisa menentukan jawaban dari akhir kisahnya. walaupun aku tahu,lagi-lagi aku takkan bisa menjamin kalau pilihan itu tak akan melukai orang lain... 

Aku sedang berdiri di depan ombak besar yang siap kapan saja menghantamku. ombak itulah yang kusebut tangan nasib. tangan nasib yang bisa saja merebut sisa hidupku, mematahkan kaki kecilku yang senang berlari mengejar berjuta impian, membisukan lidah fasih yang begitu mencintai bahasa atau bahkan perlahan-lahan mencekik leher kurus yang selama ini menikmati bahagia... aku teringat dengan Selma Karamy, pemilik cinta kahlil gibran seumur hidupnya. perempuan yang rela berkorban demi orang-orang yang dicintainya. mengabdi pada rantai-rantai kesepian dan menanti singgasana kematian bersama malaikat suci yang dikirimkan Tuhan menjemputnya menanti Surga... 

Haruskah aku mengikutinya? mengikuti tangan takdir yang membuat kodrat ini seperti kembali pada abad XVII dimana tidak ada kesempatan untuk memilih. hanya bisa terima dan menghabiskan sisa hidup dengan keputusasaan? TIDAK ! aku tak mau harus dirangkul tangan takdir. kalaupun harus berhadapan dengan tangan nasib, aku tetap takkan melemah. mereka boleh memaksaku mengalah selama ini, tapi tidak untuk tangan nasib yang ini. bagaimana mungkin aku harus hidup dengan perasaan yang tertinggal dan menyerahkan sisa hidupku di depan gerbang kesepian yang semakin mencekik nyawa. belum cukupkah kesepian-kesepian yang selama ini kuhirup? untuk pertama kalinya, aku berharap Tuhan menuntunku memberontak, melakukan sabotase dalam ketidakberdayaan ini. 

Sedikit doa kusisipkan kembali pada Tuhan. jujur saja aku sedikit malu untuk meminta lagi pada Tuhan, setelah selama ini aku serinf menduakanNYA, sering mengkhianatiNYA bahkan mencampakkanNYA... tapi aku tak punya tempat mmeinta yang lain, tempat meminta yang paling menyayangimu... 

"Tuhan, kirimkan malaikat penyelamatmu yang bisa melindungiku dari ombak yang sudah tak sabar menghantamku. Perpanjangan tanganMU. yang akan menemaniku melawan tangan nasib" 

segitu aja sanggup nulisnya, see you on the next post deh ^^
Wassalam...